Lompat ke isi utama

Berita

Anggota Bawaslu Kota Bogor, Firman Wijaya Paparkan Pengawasan Pemilu dalam FGD yang diselenggarakan IPB

Anggota Bawaslu Kota Bogor, Firman Wijaya Paparkan Pengawasan Pemilu dalam FGD yang diselenggarakan IPB

Anggota Bawaslu Kota Bogor, Firman wijaya Paparkan Pengawasan Pemilu dalam FGD yang diselenggarakan IPB. Jum'at (26/09/2025)

Kota Bogor, 26 September 2025 – Anggota Bawaslu Kota Bogor, Firman Wijaya menyampaikan gagasan penting mengenai penerapan teknologi blockchain dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu. Hal tersebut ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Memperkuat Transparansi dan Akuntabilitas Rekapitulasi Elektronik Berbasis Blockchain” yang digelar Program Studi Magister Ilmu Komputer SSMI IPB , Jumat (26/9/2025), di Hotel Salak The Heritage, Kota Bogor.

Dalam paparannya, Firman menekankan bahwa peran Bawaslu tidak hanya sebatas mengawasi jalannya proses Pemilu, tetapi juga memastikan bahwa setiap tahapan rekapitulasi suara dilakukan sesuai regulasi. “Bawaslu harus hadir untuk menjamin proses rekapitulasi berjalan jujur, adil, serta transparan sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam praktiknya, terdapat banyak kerawanan yang sering muncul. Misalnya, faktor kelelahan petugas yang bisa memicu kesalahan penghitungan, intimidasi terhadap penyelenggara di tingkat bawah, hingga akses saksi atau pemantau yang sering terbatas. Semua hal ini, menurut Firman, menjadi celah terjadinya persoalan serius dalam penghitungan suara.

Firman mengingatkan bahwa potensi sengketa Pemilu bisa bermula dari perbedaan data antara formulir manual (C1 plano) dan input digital. “Perbedaan angka sekecil apapun dapat memicu keberatan dari saksi, yang kemudian berujung pada gugatan hingga Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.

Melihat berbagai persoalan itu, Bawaslu Kota Bogor mendorong sejumlah strategi penguatan. Firman menyebut perlunya pendekatan pencegahan, antara lain sosialisasi dan pelatihan kepada pengawas di semua tingkatan serta edukasi kepada saksi partai politik mengenai hak dan kewajiban mereka. Menurutnya, semakin paham para aktor Pemilu terhadap aturan, semakin kecil peluang terjadinya pelanggaran.

Selain itu, Bawaslu juga tengah mendorong pemanfaatan teknologi. Optimalisasi aplikasi pelaporan pelanggaran secara real-time dinilai krusial untuk mempercepat respon terhadap dugaan kecurangan. Firman juga mengusulkan adanya integrasi antara sistem pelaporan internal Bawaslu dengan sistem informasi KPU agar data dapat dicek silang secara langsung.

Pengawasan partisipatif pun menjadi strategi berikutnya. Firman menekankan pentingnya kolaborasi dengan masyarakat sipil, pemantau independen, serta media. “Pengawasan bukan hanya tugas Bawaslu, tetapi juga tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa,” katanya.

Untuk memperkuat efektivitas kerja, Bawaslu juga mendorong penguatan SDM. Menurut Firman, pengawas Pemilu di era digital harus memiliki kompetensi teknologi agar mampu memahami dan mengawasi sistem elektronik rekapitulasi. Tak hanya itu, pembentukan tim reaksi cepat juga diperlukan untuk menindaklanjuti laporan pelanggaran di lapangan.

Namun, gagasan paling menarik dalam paparan Firman adalah soal penerapan teknologi blockchain dalam rekapitulasi suara. Menurutnya, blockchain memiliki karakteristik yang sangat cocok untuk Pemilu: transparan, akuntabel, dan sulit dimanipulasi. “Blockchain bisa menjadi solusi jangka panjang bagi Indonesia dalam menjaga integritas Pemilu,” ujarnya optimistis.

Firman menilai blockchain mampu mengurangi potensi sengketa karena semua pihak dapat mengakses sumber data yang sama. Teknologi ini juga menyediakan sistem peringatan dini jika ada ketidaksesuaian antara data manual dan digital. Selain itu, pencatatan berbasis blockchain tidak bisa dimodifikasi tanpa meninggalkan jejak, sehingga memperkuat fungsi pengawasan Bawaslu.

Meski demikian, Firman mengingatkan agar penerapan blockchain tidak dilakukan secara terburu-buru. Menurutnya, teknologi ini harus diujicobakan terlebih dahulu dalam lingkup kecil seperti pemilihan mahasiswa, organisasi, atau pilkada berskala terbatas. “Jika uji coba berhasil, barulah kita bisa bicara tentang penerapan di tingkat nasional,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan implementasi blockchain bergantung pada kesiapan infrastruktur, regulasi, dan sumber daya manusia. Karena itu, kolaborasi erat antara Bawaslu, KPU, pemerintah, akademisi, dan pakar teknologi sangat dibutuhkan. “Hanya dengan kerja sama multipihak, sistem blockchain yang aman, inklusif, dan sesuai hukum dapat terwujud,” tambahnya.