Durasi Penindakan Pelanggaran Pemilu-Pilkada dan Terbitnya SE Bawaslu
|
Bogor (18/12) - Jawa Barat akan kembali melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 di delapan kota/kabupaten. Delapan daerah tersebut diantaranya Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Pangandaran, dan Kota Depok. Kesiapan Bawaslu Provinsi Jawa Barat terlihat saat “Launching Pengawasan Pilkada Serentak Tahun 2020” di Amphitheater Trans Studio Bandung, Kota Bandung, Rabu (20/11/2019) yang turut dihadiri oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Kota Bogor memang telah melaksanakan Pilkada tahun 2018 yang dimenangkan pasangan Bima Arya Sugiarto-Dedie A.Rachim. Paslon nomor urut tiga yang diusung koalisi PAN, Demokrat, Hanura, Golkar, dan Nasdem ini mampu meraup suara terbanyak dengan jumlah 215.708 suara atau 43,64 persen dari total 521.765 pengguna hak pilih atau mampu menguasai suara di semua kecamatan dari tiga pasangan calon (paslon) lainnya.
Namun menurut Nanang Umarsyah, SH., salah satu staf Divisi Penindakan Pelanggaran (PP) Bawaslu Kota Bogor, saat ditemui menjelaskan walaupun Kota Bogor tidak melakukan Pilkada tahun 2020 tapi Bawaslu Kota Bogor tetap menjalankan aktifitas kerja-kerja pengawasan seperti biasa dan update informasi terkini dari Bawaslu Jawa Barat, terutama perkembangan regulasi kepemiluan. Ia menjelaskan ada perbedaan durasi penanganan dugaan pelanggaran berdasarkan UU No. 7/2017 tentang Pemilu (disebut UU Pemilu) dengan UU No. 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1/2015 tentang Penetapan Perpu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau disebut UU Pilkada.
"Jadi jelas ada perbedaan durasi waktu penindakan dugaan pelanggaran antara UU Pemilu dengan UU Pilkada," ungkapnya saat ditemui Rabu (18/12/2019).
Nanang menyebutkan dalam Pasal 134 ayat (5) UU Pilkada jo. Pasal 18 ayat (1) Perbawaslu No. 14/2017 tentang Penanganan Laporan Pilkada, misalnya, dalam hal laporan pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, Bawaslu provinsi, Panwas kabupaten/kota, Panwas Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan (PPL), dan Pengawas TPS wajib menindaklanjuti laporan paling lama tiga hari setelah laporan diterima. Sedangkan, lanjutnya, dalam 454 ayat (2) UU Pemilu ditegaskan, temuan dan laporan pelanggaran pemilu sebagaimana dimaksud ayat (5) dan ayat (6) yang telah dikaji dan terbukti kebenarannya wajib ditindaklanjuti oleh Bawaslu, Bawaslu tingkat provinsi, Panwas tingkat kabupaten/kota, Panwas Kecamatan, PPL, dan Pengawas TPS paling lama tujuh hari setelah laporan diterima. Hal ini diatur juga di Pasal 17 ayat (1) Perbawaslu No. 7/2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
Staf Divisi PP Bawaslu Kota Bogor itu menambahkan, durasi waktu penanganan dugaan pelanggaran juga terdapat perbedaan tafsir. Dirinya mencontohkan dalam Pasal 1 angka 28 UU Pilkada, yang dimaksud hari adalah berdasarkan hitungan kalender.
"Akan tetapi, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK Nomor 155/PUU-XIII/2015 dan Nomor 31/PUU-XVI/2018 menjelaskan hari adalah berdasarkan hari kerja. Jadi, penjelasan hari pun juga ada perbedaan", ungkapnya.
Bawaslu terbitkan SE
Selain durasi diatas menurut Nanang yang ramai diperbincangkan menjelang Pilkada 2020 yaitu Bawaslu kabupaten/kota terancam tak bisa mengawasi pelaksanaan Pilkada Tahun 2020. Dalam UU Pilkada menjelaskan pengaturan pengawasan penyelenggaraan Pilkada menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu provinsi, dan Panwas kabupaten/kota.
"Keresahan ini mungkin menjadi keresahan seluruh Bawaslu kabupaten/kota yang akan menghadapi Pilkada 2020. Sejak UU Pemilu disahkan dan Pasal 571 huruf b mencabut UU No. 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilu, pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota sudah berubah menjadi Bawaslu kabupaten/kota, bukan lagi Panwas kabupaten/kota," kata Nanang.
Menurutnya, perbedaan nomenklatur kelembagaan antara Panwas kabupaten/kota dengan Bawaslu kabupaten/kota tentu berimplikasi pada kedudukan hukum, terkait aktivitas pengawasan yang akan dilaksanakan dalam Pilkada 2020 mendatang.
"Bisa jadi, seluruh aktivitas pengawasan yang dilakukan Bawaslu kabupaten/kota dalam pilkada ke depan tidak memiliki legal standing yang kuat dan potensial dipersoalkan oleh pihak-pihak terkait," ungkapnya.
Guna mengatasi kebuntuan hukum ini, jelas Nanang, saat ini 270 Bawaslu kabupaten/kota yang akan menggelar Pilkada 2020 masih menunggu hasil uji materil (judicial review) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang diajukan beberapa anggota Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota ke MK. Namun menurut Nanang, secara hukum Bawaslu sesuai Pasal 22 D UU Pilkada disebutkan, penanggungjawab akhir dari seluruh pengawasan adalah Bawaslu.
"Jadi Bawaslu secara hukum bertanggungahawab memberikan mandat kepada kabupaten/kota untuk melakukan pengawasan sambil menunggu putusan MK. Sehingga ada dua pilihan untuk solusinya yang bisa diambil Bawaslu, bisa membuat surat edaran atau surat mandat. Dan fakta hukumnya Bawaslu RI menerbitkan Surat Edaran No. 0410/K.Bawaslu/Hk.05/XI/2019 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Pengawasan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020, tanggal 28 November 2019 sehingga dengan dasar ini tidak terjadi recht vacum dan kekhawatiran Bawaslu kabupaten/kota tidak bisa mengawasi Pilkada 2020, " mengakhiri. [ ]